Perkembangan
dunia film, khususnya film dokumenter, memang kian kuat di lingkungan Fakultas
Ilmu Budaya (FIB), Unand. Meskipun tergolong baru, lahan film telah cukup
berhasil menarik perhatian sebagian mahasiswa. Hal itu tampak dari gejala produksi-produksi
film yang kian gencar dijalankan, dipublikasikan, dan didiskusikam. Begitupun sayembara-sayaembara
film, menjadi pembicaraan yang cukup hidup belakangan ini. Dan sebagai wilayah kreatif yang tergolong baru di
lingkungan FIB (jika dibandingkan dengan bidang lain), film sekiranya perlu
mendapat tempat dalam pikiran kita, dalam forum-forum diskusi yang acap
dilaksanakan mahasiswa.
Baru-baru
ini, setelah garapan berjudul “Rel Air”
yang disutradarai Findo Brahmanta (Mhs. Sastra Indonesia 013’) mendapatkan prestasi
mengagumkan, kini satu lagi kesuksesan diraih mahasiswa FIB dalam wilayah film
dokumenter. Adalah Andika Sahara, mahasiswa Sastra Indonesia 09’, yang sukses
menggarap sebuah film dokumenter tentang sosok penyandang disabilitas, dan
membawanya melaju sebagai pemenang I dalam lomba yang diadakan forum Persatuan
Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), bekerja sama dengan Pemerintah Kota
Padang. Lomba yang diadakan dalam cakupan wilayah Sumatera Barat ini berada di
bawah naungan Kementrian Sosial Indonesia, dan dalam rangka memperingati Hari
Disabilitas Internasional.
Sebuah
kebanggan bagi kawan-kawan di FIB, tentunya, tahu bahwa FIB juga tak kurang
memiliki pegiat film yang patut diperhitungkan kualitasnya. Kedepan, film-film
berkualitas dunia barangkali akan lahir dari gerak tangan seorang filmmaker FIB
Unand. Semoga.
BRAILE; POTRET KESEHARIAN
PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA PADANG
Andika
Sahara memenangi sayembara ini dengan membawa film dokumenter berjudul “Braile”, sebuah film tentang penyandang
disabilitas di Kota Padang. Dari beberapa catatan yang diberikan Andika Sahara,
film ini menggambarkan kehidupan sesosok penyandang disabilitas yang dalam
kesehariannya terus berusaha agar bisa berhubungan secara langsung dengan orang
normal pada umumnya. Namun kekurangan yang dimilikinya selalu menjadi kendala.
Dan pada kenyataannya, kendala itu justru muncul dari orang yang normal secara
fisik itu sendiri.
Dalam
penjelasannya saat ditemui, Andika Sahara memaparkan bahwa permasalahan
disabilitas di kota Padang belumlah tertangani dengan baik oleh pemerintah. Itu
terekam dalam visual yang buat dalam Braile.
Bahwa permasalahan mengenai para penyandang disabilitas sebenarnya bersumber
dari kurangnya perhatian pemerintah, seperti misalnya, kurangnya pelayanan
kesehatan, pengadaan kursi roda, alat-alat dengar, dan lain sebagainya. Selain
itu, penderitaan yang dirasakan para penyandang disabilitas juga bersumber dari
kurangnya pengertian dan kepedulian sebagian
besar masyarakat. Sesosok penyandang disabilitas dalam film ini memperlihatkan
bahwa begitu sulit ia untuk berhubungan dengan orang banyak, meski pun dari ia
sendiri sudah berusaha begitu keras agar tidak terlalu tajam sekat antara yang
normal dan yang tidak normal.
Dalam
pengakuannya pula, Andika Sahara mempunyai harapan lebih. Akan lebih bermanfaat
rasanya jika film ini mampu menjadi impuls yang akan mendorong pemerintah dan
masyarakat memperbaiki keadaan, terutama merubah pemahaman masyarakat sendiri tentang
dunia disablitas. Selain itu, semoga ada pula terobosan-terobosan baru dari
pemerintah yang bisa membawa angin segar menyangkut kesejahteraan masyarakat
yang tidak diberi kesempurnaan secara fisik oleh Tuhan.
MENGENAL ANDIKA SAHARA
Andika
Sahara besar di Payakumbuh. Ia merupakan mahasiswa Sastra Indonesia yang kini
sedang mengambil masa “vakum” (berhenti sementara) dari rutinitas perkuliahan.
Sejak tahun 2013 ia aktif dalam berbagai komunitas dan kelompok produksi. Braile adalah produksi keempat yang
telah ia geluti, selain Kubu Terakhir
(bersama Benny Sumarna), Sikolah Beruk,
Badri, serta beberapa film fiksi.
Kini berlaku sebagai pengurus dalam komunitas Filtograph, sebuah komunitas yang
bergerak di bidang perfileman dan fotographi.
Selain
memproduksi film, Andika Sahara juga dikenal sebagai seorang penulis prosa,
tepatnya cerita pendek. Ini sudah digelutinya sejak tahun 2010, dan kerap
menerbitkan karyanya di berbagai media masa. Di tahun 2012, ia sempat diundang
ke sebuah event sastra di Ternate, sebagai
cerpenis muda dari Sumatera Barat.
*Divisi Infokom HMJ Sastra Indonesia, Unand