Ria Febrina[ii]
*Makalah utuh akan disampaikan dalam seminar Kritik Sastra, 15 April 2015 di Ruang Seminar FIB, dalam agenda Pekan Kritik Sastra 2 - HMJ Sasindo UNAND, 14 S.D. 15 April 2015.
Abstrak
Afri Meldam adalah
generasi yang tumbuh dan kembang pada budaya postmodernisme dan menulis sastra
untuk menunjukkan identitas budayanya. Ciri khas tersebut, salah satunya munculdalam
artifisialitas tokoh berupa pemihan namaSutan
yang kemudian dimaksudkan sebagai nama salah satu mamak. Pemilihan nama tersebut kemudian menjadi tumpang tindih dalam
adat Minangkabau. Meskipun pemilihan nama tokoh adalah kebebasan pengarang, namun
juga menjadi pertimbangan penting dalam sebuah karya karena tokoh juga membawa
kultur yang melekat di dalam dirinya.
Tak hanya pemilihan
nama, Afri Meldam juga cenderung menggunakan bahasa artifisial dalam
menarasikan tokohnya. Padahal, mempertimbangkan makna yang melekat pada kata
adalah pertimbangan penting sebelum karya beredar di tengah masyarakat.
Apalagi, Afri Meldam mencoba merekonstruksi mitos dalam Sehimpun Cerita Pendek (SCP)Hikayat Bujang Jilatangyang merupakan kumpulan
dari 17 cerita pendek ini.
Mitos bagi Afri
Meldam adalah kode sosial yang disampaikan secara lisan sebagai
aturan yang semestinya dipatuhi oleh masyarakat Sumpur Kudus. Kode yang tidak
selamanya dipercaya sebagai hal gaib, tetapi kode yang menunjukkan bahwa harus
ada keseimbangan hidup antara masyarakat dengan alam. Beberapa kisah yang
memuat mitos ini mampu menyentil rasa berbudaya kita:
akankah memilih untuk mempercayai mitos dengan ketakutan atau mempercayai
dengan kebenaran alam. Beberapa kisah juga menunjukkan bahwa Afri Meldam
mencoba mengangkat polemik kebudayaan—yang pada
dasarnya—ikut dihimpit oleh kepentingan kaum dan kebutuhan individu.
[i]Artifisialitas Tokoh dan Bahasa
Artifisial Afri Meldamadalah makalah yang
disampaikan dalam Pekan Kritik Sastra 2 yang diselenggarakan oleh Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Andalas pada Rabu, 15 April 2015 di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Andalas.
[ii] Ria Febrina, penyuka sastra yang juga suka menulis, terutama
puisi, cerpen, dan esai. Karya-karyanya pernah dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, Haluan, Jurnal Bogor, Genta Andalas,sertaMedia Online inioke Dotcom dan Siperubahan
Dotcom. Sebuah sajak telah dibukukan dalam Antologi Puisi Dua Episode Pacar Merah oleh Dewan
Kesenian Sumatera Barat; tiga buah cerpen juga telah dibukukan dalam Antologi
Cerpen Jemari Laurin dan Hutan Pinus oleh Balai Bahasa Padang,
serta Rumah Ibu oleh Ruang Kerja Budaya (RKB).
0 komentar:
Post a Comment