Judul Buku :
Dalam Lipatan Kain
Nama Pengarang : Esha
Tegar Putra
Penerbit :
Motion Publishing
Jumlah Halaman : xiv +
132 halaman
Tebal Buku :
13,5 cm x 21 cm
Peresensi :
Mahareta Iqbal Jamal
Kita terus belajar menjahit
untuk sesuatu yang kelak akan terus sobek.
Begitulah bunyi
sepenggal bait dari puisi Berkelakar Sendiri, Terbenam Sendiri karya
Esha Tegar Putra, Alumni Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Andalas, yang beberapa hari lalu baru saja meluncurkan buku kumpulan puisi
keduanya yang berjudul Dalam Lipatan Kain di salah satu kafe di Kota
Padang. Penantian para penggemar Esha akan puisi-puisinya nan memagut hati
hingga memaksa rindu untuk segera pulang ke rumah bertemu dengan orang
tercinta, akhirnya tertuntaskan sudah berkat lahirnya buku ini. Puisi-puisi
yang pernah terbit di berbagai media massa, baik media massa lokal maupun media
massa nasional, semua sudah terangkum menjadi satu di Dalam Lipatan Kain.
Puisi-puisi di
dalam buku Dalam Lipatan Kain terasa begitu kental unsur lokalitas dan
kedaerahannya. Pemilihan diksi yang cukup intens menggunakan bahasa
Minang, memasukkan beberapa nama-nama daerah di Sumatera Barat sebagai latar
cerita, menceritakan tentang kehidupan orang-orang di zaman dahulu, peristiwa
sehari-hari, hingga kisah percintaan dua anak manusia yang tak mampu dilerai
oleh jarak yang memisahkan, membuat puisi-puisi karya Esha Tegar Putra ini
semakin membuat pembaca terhanyut akan kisah nyata seperti apa yang pernah
terjadi di balik terciptanya puisi itu sendiri.
Puisi-puisi yang terdapat di dalam buku Dalam Lipatan
Kain, seperti membelai tangan pembaca ketika membacanya, menggenggamnya
tanpa sedikitpun terlihat digenggam, lalu membawanya ke portal masa-masa lalu
di mana daerah-daerah di Sumatera Barat masih menjadi tempat yang teramat percuma
untuk ditinggalkan. Beberapa tempat seperti Pandaisikek, Pilubang, Kalumbuk,
Solok, Singkarak, Pantai Padang, dan daerah lainnya menjadi pilihan diksi yang
sering disematkan Esha Tegar Putra di dalam beberapa puisi melankolisnya.
Pemilihan diksi itu diimbangi dan semakin diperkuat juga dengan diksi yang bermain
dengan anggota tubuh seperti tembusu, jantung, rahang, perut, dada, ujung kuku,
rambut, hingga bulu mata.
Buku Dalam Lipatan Kain memiliki
ketidakterbatasan ruang gerak untuk bercerita. Sayangnya, Esha Tegar Putra
sering melakukan pengulangan diksi yang sama beberapa kali pada puisi-puisinya
yang berbeda. Namun, itu bukanlah sebuah permasalahan pada karyanya. Hal yang
seperti itu malah menjadi ciri khas tersendiri bagi seorang Esha Tegar Putra.
Dengan begitu, orang akan dengan mudah mengenali puisi-puisinya.
0 komentar:
Post a Comment