Monday, January 12, 2015

Fib Punya Filmmaker-Filmmaker Potensial

Perkembangan dunia film, khususnya film dokumenter, memang kian kuat di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Unand. Meskipun tergolong baru, lahan film telah cukup berhasil menarik perhatian sebagian mahasiswa. Hal itu tampak dari gejala produksi-produksi film yang kian gencar dijalankan, dipublikasikan, dan didiskusikam. Begitupun sayembara-sayaembara film, menjadi pembicaraan yang cukup hidup belakangan ini. Dan  sebagai wilayah kreatif yang tergolong baru di lingkungan FIB (jika dibandingkan dengan bidang lain), film sekiranya perlu mendapat tempat dalam pikiran kita, dalam forum-forum diskusi yang acap dilaksanakan mahasiswa.
Baru-baru ini, setelah garapan berjudul “Rel Air” yang disutradarai Findo Brahmanta (Mhs. Sastra Indonesia 013’) mendapatkan prestasi mengagumkan, kini satu lagi kesuksesan diraih mahasiswa FIB dalam wilayah film dokumenter. Adalah Andika Sahara, mahasiswa Sastra Indonesia 09’, yang sukses menggarap sebuah film dokumenter tentang sosok penyandang disabilitas, dan membawanya melaju sebagai pemenang I dalam lomba yang diadakan forum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), bekerja sama dengan Pemerintah Kota Padang. Lomba yang diadakan dalam cakupan wilayah Sumatera Barat ini berada di bawah naungan Kementrian Sosial Indonesia, dan dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional.
Sebuah kebanggan bagi kawan-kawan di FIB, tentunya, tahu bahwa FIB juga tak kurang memiliki pegiat film yang patut diperhitungkan kualitasnya. Kedepan, film-film berkualitas dunia barangkali akan lahir dari gerak tangan seorang filmmaker FIB Unand. Semoga.

BRAILE; POTRET KESEHARIAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA PADANG
Andika Sahara memenangi sayembara ini dengan membawa film dokumenter berjudul “Braile”, sebuah film tentang penyandang disabilitas di Kota Padang. Dari beberapa catatan yang diberikan Andika Sahara, film ini menggambarkan kehidupan sesosok penyandang disabilitas yang dalam kesehariannya terus berusaha agar bisa berhubungan secara langsung dengan orang normal pada umumnya. Namun kekurangan yang dimilikinya selalu menjadi kendala. Dan pada kenyataannya, kendala itu justru muncul dari orang yang normal secara fisik itu sendiri.
Dalam penjelasannya saat ditemui, Andika Sahara memaparkan bahwa permasalahan disabilitas di kota Padang belumlah tertangani dengan baik oleh pemerintah. Itu terekam dalam visual yang buat dalam Braile. Bahwa permasalahan mengenai para penyandang disabilitas sebenarnya bersumber dari kurangnya perhatian pemerintah, seperti misalnya, kurangnya pelayanan kesehatan, pengadaan kursi roda, alat-alat dengar, dan lain sebagainya. Selain itu, penderitaan yang dirasakan para penyandang disabilitas juga bersumber dari kurangnya  pengertian dan kepedulian sebagian besar masyarakat. Sesosok penyandang disabilitas dalam film ini memperlihatkan bahwa begitu sulit ia untuk berhubungan dengan orang banyak, meski pun dari ia sendiri sudah berusaha begitu keras agar tidak terlalu tajam sekat antara yang normal dan yang tidak normal.
Dalam pengakuannya pula, Andika Sahara mempunyai harapan lebih. Akan lebih bermanfaat rasanya jika film ini mampu menjadi impuls yang akan mendorong pemerintah dan masyarakat memperbaiki keadaan, terutama merubah pemahaman masyarakat sendiri tentang dunia disablitas. Selain itu, semoga ada pula terobosan-terobosan baru dari pemerintah yang bisa membawa angin segar menyangkut kesejahteraan masyarakat yang tidak diberi kesempurnaan secara fisik oleh Tuhan.



MENGENAL ANDIKA SAHARA




Andika Sahara besar di Payakumbuh. Ia merupakan mahasiswa Sastra Indonesia yang kini sedang mengambil masa “vakum” (berhenti sementara) dari rutinitas perkuliahan. Sejak tahun 2013 ia aktif dalam berbagai komunitas dan kelompok produksi. Braile adalah produksi keempat yang telah ia geluti, selain Kubu Terakhir (bersama Benny Sumarna), Sikolah Beruk, Badri, serta beberapa film fiksi. Kini berlaku sebagai pengurus dalam komunitas Filtograph, sebuah komunitas yang bergerak di bidang perfileman dan fotographi.

Selain memproduksi film, Andika Sahara juga dikenal sebagai seorang penulis prosa, tepatnya cerita pendek. Ini sudah digelutinya sejak tahun 2010, dan kerap menerbitkan karyanya di berbagai media masa. Di tahun 2012, ia sempat diundang ke sebuah event sastra di Ternate, sebagai  cerpenis muda dari Sumatera Barat.


*Divisi Infokom HMJ Sastra Indonesia, Unand

By HMJ Sasindo Unand with No comments

0 komentar:

Post a Comment