Thursday, April 9, 2015

Pra-Makalah Pekan Kritik Sastra 2 - Fariq Alfaruqi

KOTA YANG PARADOKS DALAM KUMPULAN PUISI
“DALAM LIPATAN KAIN” KARYA ESHA TEGAR PUTRA

*Makalah utuh akan disampaikan dalam seminar Pekan Kritik Sastra, Rabu, 15 April Pkl. 09.00 WIB di Ruang Seminar FIB UNAND.



Lebih dari separuh puisi Esha Tegar Putra, yang terhimpun dalam buku kumpulan puisi Dalam Lipatan Kain, memiliki diksi ‘kota’ di dalamnya. Kota dalam puisi-puisi tersebut diasosiasikan kepada kota-kota di Sumatera Barat, ranah kultural di mana Esha tumbuh dan berproses sebagai penyair. Hal ini menunjukkan bagaimana penyair terpaut, baik secara fisik maupun emosional kepada tempat-tempat tersebut. Melalui pembacaan heuristik, ada dua hal yang menjadi cirri utama penggambaran kota dalam puisi-puisi Esha, pertama, kota digambarkan penyair dengan paradoks, ironis, bahkan lebih sering sentimentil. kedua, selalu terjadi tarik-menarik antara kota hari ini dengan kota masalalu.

Apabila kita lihat sejarah tumbuhnya kota-kota di Sumatera Barat, Padang contohnya, sebagai salah satu pusat perdagangan, yang kemudian menjadikannya sebagai ibukota provinsi Sumatera Barat dalam pemerintahan negara Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari praktik kolonialisasi Belanda selama kurang lebih 350 tahun di Nusantara. Berdirinya loji pertama, dan terbesar di sepanjang pantai barat Sumatera, pada akhir abad 17 di muara Batang Arau, tepatnya di kaki bagian utara Gunung Padang, yang diberi nama Loji Padang, merupakan simbol dari dimulainya kekuasaan Belanda di daerah rantau Minangkabau tersebut. Atau kota Bukittinggi, di mana simbol-simbol kejayaan Hindia Belanda dimanifestasikan dalam bentuk bangunan-bangunan kolonial.

Sebagaimana kolonialisasi yang terjadi di seluruh dunia, setiap daerah koloni yang diduduki oleh negara imperial dikonstruksi, baik itu dalam pengertian pembangunan secara fisik, maupun tatanan sosial,  dengan menggunakan mitos keunggulan ras kuli putih (Eropa) dan ditujukan sebagai sarana untuk mempermudah dan memperlancar kepentingan-kepentingan penjajah di daerah jajahannya, namun berwajah balas jasa, rasa terimakasih, atau kemajuan peradaban.

Makalah ini akan berusaha melihat hubungan antara posisi kota dalam puisi-puisi Esha Tegar Putra dan keterkaitannya dengan kota masalalu.


By HMJ Sasindo Unand with No comments

0 komentar:

Post a Comment